Kajian Fiqih Tentang Tahun Baru

Bagaimana hukumnya merayakan tahun baru ?


Sebelum menjawab pertanyaan itu perlu diketahui bahwa tahun baru masehi itu dimulai dari lahirnya nabi isa, sedangkan tahun baru hijriyah dimulai dari hijrahnya nabi Muhammad Saw. Umat islam saat ini selalu merayakan pergantian tahun baru hijriyah yaitu dengan mengadakan do'a awal tahun dan akhir tahun, selain itu juga mengeluarkan sedekah. Alasan umat sekarang merayakan tahun baru hijrah karena Nabi Muhammad merupakan nabinya umat saat ini. Selain tahun hijriyah umat islam juga merayakan tahun baru maswehi dengan cara berdo'a bersama dan lain-lain dari segala hal yang tidak bertentangan dengan syariat islam. Melihat kebaikan yang ada dalam menyambut tahun baru maka merayakan tahun baru hukumnya boleh, ahkan dihukumi sunah, sebagaimana dalam surat Yunus ayat 58 :

قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَ بِرَحْمَتِهِ فَبِذَالِكَ فَلْيَفْرَحُوْا هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ

Artinya : Katakanlah dengan karunia Allah dan rahmatNya hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmatNya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan
Dalam ayat tersebut bergembira atas anugrah dari Allah hukumnya sunah. Anugrah pada tahun baru masehi adalah gembira atas lahirnya nabi Isa As. oleh karena itu jika dalam merayakan tahun baru dengan cara berdo’a, berdzikir, memberikan sedekah maka itu sunah karena semua itu adalah menuju kebaikan. Kemudian pada perayaan tahun baru juga sering kita dengan ucapan selamat, ucapan selamat tahun baru dan lainnya itu ada khilaf ulama’ menurut Syaikh Ibnu Hajar hal tersebut adalah masyru’ (disyariatkan) karena didalamnya ada unsur do’a

(فَائِدَةٌ) قَالَ الْقَمُولِيُّ لَمْ أَرَ لِأَحَدٍ مِنْ أَصْحَابِنَا كَلَامًا فِي التَّهْنِئَةِ بِالْعِيدِ وَالْأَعْوَامِ وَالْأَشْهُرِ كَمَا يَفْعَلُهُ النَّاسُ لَكِنْ نَقَلَ الْحَافِظُ الْمُنْذِرِيُّ عَنْ الْحَافِظِ الْمَقْدِسِيَّ أَنَّهُ أَجَابَ عَنْ ذَلِكَ بِأَنَّ النَّاسَ لَمْ يَزَالُوا مُخْتَلِفِينَ فِيهِ وَاَلَّذِي أَرَاهُ أَنَّهُ مُبَاحٌ لَا سُنَّةَ فِيهِ وَلَا بِدْعَةَ انْتَهَى وَأَجَابَ عَنْهُ شَيْخُنَا حَافِظُ عَصْرِهِ الشِّهَابُ ابْنُ حَجَرٍ بَعْدَ اطِّلَاعِهِ عَلَى ذَلِكَ بِأَنَّهَا مَشْرُوعَةٌ وَاحْتَجَّ لَهُ بِأَنَّ الْبَيْهَقِيَّ عَقَدَ لِذَلِكَ بَابًا فَقَالَ بَابُ مَا رُوِيَ فِي قَوْلِ النَّاسِ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ فِي يَوْمِ الْعِيدِ تَقَبَّلْ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك – الى ان قال-  ثُمَّ قَالَ وَيُحْتَجُّ لِعُمُومِ التَّهْنِئَةِ لِمَا يَحْدُثُ مِنْ نِعْمَةٍ أَوْ يَنْدَفِعُ مِنْ نِقْمَةٍ بِمَشْرُوعِيَّةِ سُجُودِ الشُّكْرِ وَالتَّعْزِيَةِ ( ج 1 ص 283)

(Faidah) Imam Qomuli tidak henti-hentinya melihat muridnya mengucapkan selamat hari raya, selamat tahun baru dan bulan baru sebagaimana yang dilakukan umumnya manusia. Al Hafidz Al-Mundziri menukil dari Al-Hafidz Maqdisi bahwa beliau menjawab bahwa hal yang dilakukan manusia adalah mubah tidak sunah juga tidak bid’ah. Kemudian As-syihab Ibn Hajar mengatakan kalau itu adalah masyru’ (di syariatkan), Imam Baihaqi memberikan hujjah pada bab sesuatu yang disampaikan seseorang dengan sebagian lainnya dengan ucapan “mudah-mudahan Allah menerima amal saya dan kamu” kemudian beliau membuat hujah boleh karena umumnya ucapan selamat atas kenikmatan yang baru, atau hilangnya kejelekan dengan cara sujud syukur.


Akan tetapi ketika ada unsur menyia-nyiakan harta seperti menyalakan petasan, berfoya-foya maka hukumnya haram, apalagi dengan pesta narkoba, melakukan hubungan layaknya suami istri.  Sebagaimana sabda nabi :
اِنَّ اللهَ كَرَهَ لَكُمْ ثَلَاثًا قِيْلَ وَقَالَ وَ اِضَاعَةُ الْمَالِ وَكَثْرَةُ السُوْالـِــــ
Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiga perkara pada kalian, yaitu kabar burung, menyia-nyiakan harta dan banyak bertanya

Comments

SERING DI BACA

PEMBAGIAN DAGING QURBAN UNTUK ORANG MENINGGAL

Madrasahku surgaku

PPYUR DAN HARI SANTRI

PANDANGAN FIKIH PADA FENOMENA REPLIKA DALAM TAKBIR KELILING

Penataan ke roisahan santri PPYUR

MENGENAL SUMBER TASAWUF

PARA ULAMA SEPAKAT DENGAN TALQIN

Mengenal Aswaja

Mu'asis Lirboyo