Menikahi wanita hamil diluar nikah
Kasus perzinaan mulai dahulu sampai sekarang tidak pernah surut, baik itu hasil dari perkosaan maupun disengaja dengan sang pacar. Dari perzinaan tersebut tidak sedikit yang hamil.
Pertanyaan
Bolehkah menikahi wanita tersebut dalam rangka menutupi aibnya ?
Menikahi wanita hamil dalam rangka menutupi aibnya hukumnya boleh. Adapun bagi pelakunya sunah menutupi ateibnya, sedangkan baginya harus menjelaskan pada pengadilan untuk mendapatkan hukuman
Pengambilan
ولو نكح حاملا من زنا، صح نكاحه قطعا
Menurut qoul ashoh menikahi wanita hamil dari hasil zina hukumnya sah
وجاز له وطؤها قبل وضعه على الأصح
Dan menurut qoul ashoh diperbolehkan baginya menjimak sebelum melahirkan.
Akan tetapi menurut kitab bughyah menjimak istri yang hamil diluar nikah baik yang menghamili itu dirinya maupun orang lain hukumnya makruh, sebagaimana refrensi dibawah ini
مسألة : ي ش : يجوز نكاح الحامل من الزنا سواء الزاني وغيره ووطؤها حينئذ مع الكراهة.
Tambahan refrensi tentang sahnya pernikahan teraebut
لو نكح حاملا من الزنا صح نكاحه بلا خلاف (روضۃ الطالبين ج ٨ ص ٣٧٥)
Nabi Saw bersabda :
مَنْ أَصَابَ مِنْ هَذِهِ الْقَاذُورَاتِ شَيْئًا فَلْيَسْتَتِرْ بِسِتْرِ اللَّهِ
(HR. Malik dalam Al-Muwatha’, no. 1508).
Maksud dari الْقَاذُورَاتِ adalah perbuatan zina
وَيسن للزاني وكل من ارْتكب مَعْصِيّة السّتْر على نَفسه لخَبر من أَتَى من هَذِه القاذورات شَيْئا فليستتر بستر الله تَعَالَى فَإِن من أبدى لنا صفحته أَقَمْنَا عَلَيْهِ الْحَد رَوَاهُ الْحَاكِم وَالْبَيْهَقِيّ
بِإِسْنَاد جيد
الاقناع ج ٢ ص ٥٢٤)
bahkan menceritakan tsb hukumy berdosa/harom :
.ويسن للزاني ككل مرتكب معصية الستر على نفسه بأن لا يظهر ها ليحد أو يعزر لا يحدث بها تفكها أو مجاهرة فإن هذا حرام قطعا وكذا يسن لمن أقر بشيئ من ذلك الرجوع عن اقراره به. إعانة الطالبين ٤/٢٩٥
.وينبغي لمن أتى معصية الستر حيث لم يعلم القاضي وإلا ندب له تسليم نفسه للحد. بغية المسترشدين
Asy-Syarwani - Marji'ul Akbar
ويسن للزاني ولكل من ارتكب معصية الستر على نفسه فإظهارها ليحد أو يعزر خلاف المستحب
Sunnah bagi pelaku zina dan segala perbuatan ma'siyat untuk menutupi perbuatannya tersebut. Menyerahkan diri dan mengakui perbuatannya di depan hakim untuk dihad adalah makruh
Rasulullah SAW mencela pelaku maksiat yang membuka aibnya sendiri dan padahal Allah SWT telah menutupinya, beliau bersabda:
كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًا إِلاَّ الْمُجَاهِرِيْنَ, وَإِنَّ مِنَ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ باِللَّيْلِ عَمَلاً, ثُمَّ يُصْبِحُ وَقَدْ سَتَرَهُ اللهُ فَيَقُوْلُ: يَافُلاَنُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقَدْ بَاتَ سَتَرَهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللهِ عَنْهُ
"Setiap umatku dimaafkan kecuali orang yang terang-terangan (melakukan maksiat). Dan termasuk terang-terangan adalah seseorang yang melakukan perbuatan maksiat di malam hari, kemudian di pagi harinya -padahal Allah SWT telah menutupnya-, ia berkata: wahai fulan, kemarin aku telah melakukan ini dan itu –padahal Allah SWT telah menutupnya- dan di pagi harinya ia membuka penutup Allah SWT terhadapnya."
Comments
Post a Comment