Shalat dengan masker


Saat ini hampir semua negara terlanda virus covid-19 tidak terkecuali Indonesia. Berbagai agar selamat dari covid-19 inipun dilakukan mulai dari penyempretan disintifikan, memakai masker, dan lain-lain. Sebagai warga yang tidak pernah memakai masker terkadang timbul keraguan ketika sedang shalat, apakah shalatnya sah apa tidak ?
Dalam kesempatan ini akan saya tuliskan mengenai hukum memakai masker dengan mengutip sebagian kitab salaf.

Minhajul Qowim Syarkh ala Muqoddimah al-Hadromiyah fi Fiqhi Syafi'i halaman 103

ويسن في السجود وضع ركبتيه) اولا للاتباع وخلافه منسوخ علی ما فيه (ثم يديه ثم جبهته وانفه) معا ويسن كونه (مكشوفا) قياسا علی كشف اليدين ويكره مخالفۃ الترتيب المذكور وعدم وضع الانف
Dan pertamakali yang disunahkan dalam sujud meletakkan 2 lutut karena mengikuti hadits, kemudian kedua tangan, kening dan hidung secara bersamaan, dan disunahkan hidungnya dalam kondisi terbuka (tidak tertutup) dengan mengiyaskan pada terbukanya 2 tangan, berbeda terhadap urutan tersebut dan tidak meletakkan hidung hukumnya makruh.

Hasiyah Syarqowi ala Thuhfah at-Thullab jilid 1 halaman 437

قوله (ثم جبهته وانفه) اي معا علی المعتمد ويسن كونه مكشوفا فلو خالف الترتيب المذكور او اقتصر علی الجبهۃ كره مراعۃ القول بوجوب وضع الانف
Menurut qoul mu'tamad kesunahan meletakkan anggota saat sujud kemudian adalah meletakkan kening dan hidungnya secara bersamaan, dan disunahkan hidungnya dalam kondisi terbuka. Jika berbeda dengan runtutan yang telah tersebutkan atau hanya sujud pada kening maka hukumnya makruh, hal ini dalam rangka menjaga terhadap pendapat yang mengatakan wajib meletakkan hidung.

Majmu' Syarkhu al-Muhadzab Jilid 4 halaman 27

ثم اختلف اصحابنا الثلاثۃ في ذلك البعض قال ابوحنيفۃ هو الجبهۃ او العين غير عين حتی لو وضع احدهما في حالۃ الختيار يجزيه غير انه لو وضع الجبهۃ وحدها جاز من غير كرهۃ ولو وضع الانف وحده يجوز مع الكراهۃ وعند ابي يوسف و محمد هو الجبهۃ علی التعيين حتی لو ترك السجود عليها حالۃ الختيار لا يجزيه واجمعوا علی انه لو وضع الانف وحده في حال العذر يجزيه ولا خلاف في ان المستحب هو الجمع بينهما حالۃ اختيار 
Kemudian ada perbedaan pendapat dari ashabuna (santri imam Syafi'i.-red) pada permasalahan sebagian itu. Abu Hanifah berkata bahwa kening atau mata itu bukan tujuan, andaikan seseorang meletakkan salah satu dari keduanya pada kondisi ikhtiyar maka sudah cukup, andakan hanya meletakkan kening saja maka hukumnya boleh tanpa ada hukum makruh, dan andaikan hanya meletakkan hidung saja maka hukumnya boleh akan tetapi makruh.
Menurut Abu Yusuf dan Muhammad meletakkan kening ketika sujud merupakan keharusan oleh karena itu andaikan ketika sujud tanpa meletakkan kening dalam kondisi ikhtiyar maka tidak mencukupi. Para ulama' sepakat andaikan hanya meletakkan hidung ketika sujud dalam kondisi ada udzur (sakit) maka dianggap cukup dan tidak ada perbedaan terhadap kesunahan mengumpulkan keduanya dalam kondisi ikhtiyar.

Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa hukum sujud dalam kondisi hidung terbuka adalah sunah, adapun yang mengatakan boleh menutup hidung dengan mengikuti pendapat yang mengataksan cukupnya sujud tanpa meletakkan hidung dalam kondisi ikhtiyar.

oleh
Achmad Ulinnuha, M. Pd
Santri Al-Anwar Sarang

Comments

Post a Comment

SERING DI BACA

PEMBAGIAN DAGING QURBAN UNTUK ORANG MENINGGAL

Madrasahku surgaku

PANDANGAN FIKIH PADA FENOMENA REPLIKA DALAM TAKBIR KELILING

Penataan ke roisahan santri PPYUR

MENGENAL SUMBER TASAWUF

Kajian Fiqih Tentang Tahun Baru

PPYUR DAN HARI SANTRI

PARA ULAMA SEPAKAT DENGAN TALQIN

Hukum menitipkan amplop buwoh

Mu'asis Lirboyo